Langsung ke konten utama

RASISME: DEFINISI, SEJARAH, DAN MENGAPA TIDAK PERNAH HILANG.

 

 sumber: Ragam Bola.com

Pasti kita semua tahu dengan yang namanya rasisme. Rasisme adalah masalah rasial yang sangat melekat dalam masyarakat multikultural di seluruh dunia. Rasisme berkembang di suatu negara seiring berkembangnya teknologi dan perdagangan yang mengakibatkan berkembangnya tingkat kemajemukan dalam negara tersebut. Ketertarikan akan kehidupan yang lebih baik yang ditawarkan oleh negara dengan iklim perdagangan yang baik tersebut kemudian mengundang kedatangan masyarakat dari berbagai kelompok ras. Mitos-mitos tentang ras kelas atas dan ras kelas bawah merupakan faktor penyebab semakin peliknya masalah rasisme. Mereka yang dikonstruksikan sebagai ras kelas atas seringkali melakukan tindakan rasisme terhadap golongan ras kelas bawah. 

A. Pengertian Rasisme  

Menurut George M. Fredickson (2005:3), istilah rasisme sering digunakan tanpa banyak pertimbangan untuk menggambarkan permusuhan dan perasaan negatif suatu kelompok etnis atau masyarakat terhadap kelompok lain, serta sebagai tindakan yang dihasilkan dari sikap-sikap itu. Rasisme adalah suatu doktrin yang menyatakan bahwa perbedaan biologis yang melekat pada ras manusia menentukan pencapaian budaya atau individu bahwa suatu ras tertentu lebih superior dan memiliki hak untuk mengatur yang lainnya. Rasisme juga dapat diartikan sebagai suatu kompleks keyakinan bahwa subspesies dari manusia lebih rendah daripada subspesies yang lain. Pembendaan antara yang superior dan inferior tersebut memiliki tujuan tertentu misalnya untuk menciptakan sebuah ideologi budaya. 

Rasisme secara umum dapat diartikan sebagai serangan sikap, kecenderungan, pernyataan, dan tindakan yang mengunggulkan atau memusuhi kelompok masyarakat terutama karena identitas ras. Rasisme juga di pandang sebagai sebuah kebodohan karena tidak mendasarkan (diri) pada satu ilmu apapun, serta berlawanan dengan norma-norma etis, perikemanusiaan, dan hak-hak asasi manusia. Akibatnya, orang dari suku bangsa lain sering didiskriminasikan, dihina, ditindas, dan dibunuh.  

B. Sejarah Perkembangan Rasisme  

Konstruksi dari sejarah rasisme sendiri tidak dapat dipisahkan dari perkembangan peristiwa supremasi kulit putih yang merupakan penyebab terciptanya peristiwa rasisme di seluruh dunia. Pada pertengahan abad ke-15, ketika Portugis mulai mengambil masyarakat Afrika untuk dijadikan budak di luar Afrika, merupakan awal proses dari terjadinya perbudakan jutaan rakyat Afrika di Amerika dan Eropa. Konstruksi sosial ras kulit putih juga turut terbentuk setelah ditemukannya kulit hitam di wilayah Afrika. Dalam waktu yang hampir bersamaan, terjadi opresi terhadap rakyat Irlandia sebagai kunci dari perkembangan rasisme di Inggris. Hal itu turut memberikan dampak kepada rakyat Afrika dan penduduk asli Benua Amerika, suku Indian. Inggris menganggap jika Irlandia merupakan ras inferior dan dideskripsikan sebagai savage, suatu bentuk deskripsi yang pula disematkan pada masyarakat Indian nanti. Salah satu bentuk kontrol sosial oleh Inggris yaitu melalui Penal Law melalui kekuasaan Protestan, pelopor dari Undang-Undang Perbudakan yang kemudian dikembangkan oleh Amerika. Inggris juga menghancurkan identitas kesukuan dan kekerabatan terhadap rakyat Irlandia yang tertindas, merampas lahan mereka, dan mengeksploitasi pekerja. Dalam perkembangannya strategi tersebut digunakan pula oleh Inggris terhadap suku Indian dan penduduk Afrika. 

Dalam perkembangannya di Amerika, banyak anggota dari generasi revolusioner menginginkan agar perbudakan diakhiri karena bertentangan dengan kebebasan dan menciptakan penindasan terhadap rakyat Afrika. Selain itu diusahakan pula pemberian akses terkait perlindungan wilayah terhadap penduduk asli Benua Amerika. Di saat yang sama, Inggris sedang memulai untuk melarang undang-undang terkait perbudakan. Realita yang terjadi di Amerika menjadi semakin parah dengan dibuatnya Naturalization Law 1970 yang membatasi imigrasi dan naturalisasi terhadap setiap orang kulit putih. Membutuhkan lebih dari 165 tahun sebelum Undang-Undang Imigrasi 1965 mengeliminasi ras, kepercayaan, dan kewarganegaraan sebagai dasar menjadi warga negara Amerika. Hal ini kemudian menghasilkan imigrasi penduduk berskala besar dari Asia dan Amerika Latin.

Perkembangan dari sejarah rasisme setelah itu masih terus terjadi di seluruh dunia. Di satu sisi perjuangan untuk terlepas dari rasisme juga terus diperjuangkan melalui Abolitionist Movement, Black Lives Matter Movement, dan berbagai gerakan lainnya yang pada akhirnya menghasilkan tatanan masyarakat yang semakin dinamis dan menerima perbedaan.

C. Rasisme Di Indonesia

Sama seperti halnya di luar sana, di Indonesia juga tidak bisa lepas dari yang namanya rasisme. Hal ini dapat dibuktikan dengan adanya stereotip kesukuan, misalnya suku bangsa tertentu dianggap paling pandai berdagang, paling menarik secara fisik, paling pekerja keras, atau paling temperamental. Namun, diskriminasi paling parah dirasakan oleh orang Papua. Mereka didiskriminasikan secara masif dan struktural dalam segala aspek kehidupan, baik pendidikan, karier, maupun interaksi sosial sehari-hari. Nyaris tidak ada prasangka yang positif mengenai orang Papua, misalnya alkoholik, pemberontak, lemah secara intelektual, dan memiliki gaya hidup primitif.

Banyak sekali kasus-kasus yang berkembang terkait dengan rasisme yang dilakukan kepada orang papua. Diantaranya peristiwa pengepungan dan rasisme di Asrama Mahasiswa Papua di Yogyakarta pada 2016 dan di Surabaya pada 2019. Kedua peristiwa tersebut menyebabkan pecahnya amarah warga di Papua dan Papua Barat, serta beberapa kota lainnya termasuk Jakarta.  

Obby Kogoya, mahasiswa yang berasal dari Papua, diinjak dengan kaki oleh polisi berpakaian preman di Yogyakarta. Obby dituduh hendak membawa masuk senjata tajam (panah) ke dalam asrama yang akan digunakan untuk menyerang polisi yang telah mengepung asrama. Pengepungan tersebut bertujuan untuk mencegah rencana aksi memperingati 47 tahun Pepera yang diselenggarakan oleh Persatuan Rakyat untuk Pembebasan Papua Barat (PRPPB) di Yogyakarta pada Juli 2016.Obby ditangkap bersama beberapa beberapa mahasiswa lainnya, tetapi hanya Obby saja yang ditetapkan sebagai tersangka dan diproses hukum, sedangkan yang lainnya dilepaskan. Obby diputuskan bersalah dan divonis empat bulan penjara dengan masa percobaan satu tahun. Padahal, Obby adalah korban kekerasan aparat. Tidak hanya diinjak, ia juga dipukuli, dimaki-maki dengan kata-kata rasis, bahkan hidungnya ditarik bak seekor sapi. Sementara itu, aparat yang menganiaya Obby tidak pernah diadili.

Pada pertengahan Agustus 2019, terjadi pengepungan asrama mahasiswa Papua di Surabaya. Sebanyak 43 mahasiswa Papua dituduh telah melakukan perusakan terhadap bendera negara di depan asrama. Menurut keterangan mahasiswa, mereka tidak tahu duduk permasalahan yang dihadapi, tetapi petugas langsung mengepung dan menyerang asrama dengan tembakan gas air mata. Makian sarat rasisme juga dilontarkan kepada mahasiswa yang ada di asrama. Sedangkan menurut kepolisian, pengepungan dan penyerangan yang dilakukan terhadap asrama merupakan jalan terakhir karena mahasiswa tidak mau memberikan klarifikasi terhadap dugaan perusakan bendera di depan asrama. Sebanyak 43 mahasiswa dibawa ke Polrestabes Surabaya untuk menjalani pemeriksaan. Dalam pemeriksaan, seluruh mahasiswa yang dibawa mengaku tidak mengetahui perihal perusakan bendera tersebut. Kerusuhan yang kemudian menjalar ke berbagai tempat menjadi penyebab Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) melakukan pembatasan akses internet di Bumi Cenderawasih pada 21 Agustus - 4 September 2019. Kemkominfo beralasan bahwa pembatasan akses internet dilakukan untuk mencegah penyebaran hoaks di tengah keadaan yang tidak stabil.

D. Mengapa Rasisme Tidak Pernah Hilang?

Rasisme tidak pernah hilang dan akan terus ada karena beberapa hal, diantaranya adalah 

1. Perilaku yang terbentuk sejak kecil, hal ini dapat terjadi ketika kebiasaan orang tua dan teman mengeluarkan pendapat atau pernyataan yang bersifat rasisme. Kebiasaan buruk tersebut lalu diadopsi atau diikuti oleh kita yang masih kecil dan membawanya hingga dewasa. Hal tersebut membuat stereotip tentang ras-ras atau suku-suku tertentu ada di masyarakat dalam waktu yang lama.

2. Terbiasa bergaul dengan kelompok yang sama. Maksudnya, kita sejak kecil hingga dewasa selalu bergaul dan bermain dengan orang-orang yang sama dengan kita dalam hal latar bekalang budaya, agama, ras, suku, ketertarikan, dll. Keterikatan ini memiliki sisi negatif yaitu menciptakan jarak antar kelompok, yang nantinya juga akan menciptakan perasaan etnosentris dimana muncul perasaan bahwa kelompoknya lebih baik daripada kelompok lain. Hal ini dapat menimbulkan perasaan semacam kebencian ada orang yang berbeda dari kelompoknya sehingga cenderung membuat orang tidak dapat menghargai makna perbedaan. 

3.  Kecenderungan menyalahkan orang lain atas kesalahan kita sendiri. Ketika kita marah dan merasa frustrasi, kita akan cenderung melempar kesalahan kepada orang lain. Begitupun kehidupan antar kelompok dalam masyarakat. Orang-orang yang terlihat berbeda dengannya bisa menjadi sasaran empuk pelemparan kesalahan. Misalnya ketika muncul pernyataan “para pendatang dari pulau itu merebut lapangan pekerjaan kami,” mungkin saja hal itu terjadi karena para pendatang tersebut memiliki etos kerja yang lebih baik dibanding orang lokal, sehingga lebih disukai pemberi kerja.

Dengan hal tersebut, maka rasisme tidak akan pernah hilang dari muka bumi ini. Oleh karena itu diperlukan sikap kedewasaan dalam diri kita untuk menghilangkan rasisme. Kita hidup bukan untuk diri kita sendiri. Kita hidup bukan bersama kelompok kita sendiri. Di dunia ini banyak sekali golongan-golongan yang berbeda dengan kita. Jangan anggap apa yang kita miliki lebih baik dari orang lain. Karena setiap golongan memiliki kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Ada masanya kita membutuhkan bantuan dari golongan yang berbeda dengan kita, karena pada dasarnya kita adalah makhluk sosial. 

Sumber:

https://mahkamahnews.org/2020/06/11/rasisme-bagian-sejarah-yang-belum-selesai/

http://thesis.umy.ac.id/datapublik/t4190.pdf 

http://eprints.umm.ac.id/29615/2/jiptummpp-gdl-s1-2011-yanitafitr-22071-BAB%2BI.pdf

http://eprints.ums.ac.id/32478/4/04.%20BAB%20I.pdf

 

 

 

 


 

Kita sering sekali menemukan tindakan rasisme dalam banyak bidang kehidupan bermasyarakat.

 

 

 

 

Komentar